Muridku yang De’dia



Muridku yang De’dia
Oleh : Vania Abriastanti

Gumbang, begitulah orang sering memanggil dusun tempatku mengajar dan belajar. Di dusun itu terdapat sebuah sekolah yaitu SD Negeri Gumbang. Setiap pagi murid SD Negeri Gumbang berjalan berkilo-kilo jauhnya, bersandar dibahu angin jalan yang dingin, berkelok-kelok medan terjal. Tapi semangat untuk berangkat sekolah tidak pernah pudar.
Setelah liburan kenaiakan kelas, awal tahun ajaran baru 2013/2014. Kulihat anak-anak berkumpul di halaman sekolah riuh ramai dengan candaan mereka. Begitu pula dengan kehadiran semua guru menurutku itu awal yang cukup baik. Dimulailah program baru, semua terasa penuh dengan harapan baru dan semangat yang baru pula. Setelah rapat pembagian tugas aku mendapatkan jadwal mengajar yang salah satunya matematika di kelas V.
Akhirnya, setelah dibentuk jadwal mengajar aku mulai mengajar. Pada suatu hari aku mulai masuk di kelas V untuk mengajar matematika. Dengan semangatnya seorang anak memukul meja dengan keras “brok-brok” dan siswa yang lain mengikutinya dengan mengucapkan “selamat pagi Ibu”. Serentak dengan hati yang senang melihat anak-anak semangat untuk memulai pelajaran akupun menjawab salamnya dengan semangat pula “selamat pagi anak-anak”. Sebelum memulai pelajaran aku menjelaskan pentingnya perkalian pada mata pelajaran matematika. Akupun mulai sedikit mengetes anak-anak dengan bertanya tentang perkalian. Ternyata sudah di kelas V banyak anak yang tidak bisa menjawab pertanyaan perkalian yang aku ajukan.
Sejenak aku berpikir, kondisi ini seperti "hidup segan, mati tak mau" (sudah dibangku kelas V perkalian saja tidak bisa?). Tak ada maksud sedikitpun untuk menyalahkan anak, tak ada keinginan sedikitpun untuk mundur walau hanya selangkah. Melihat senyum anak-anak ini, menatap riang tawa mereka, dan merasakan semangat dari jiwa-jiwa yang tulus itu, aku berkata "harapan itu masih ada". Dari sinilah aku mencoba untuk mulai membangkitkan semangat murid untuk menghafalkan perkalian.
Aku putuskan pagi ini membuatkan catatan perkalian untuk anak kelas V, dan diberi tugas untuk memulai menghafalkan perkalian mulai dari 2x1 sampai 2x10. Setelah itu setiap aku masuk mengajar mata pelajaran matematika diharuskan menghafalkan perkalian terlebih dahulu.
Menghafalkan perkalian itu dengan satu-satu maju ke depan kelas, siswa yang lain memperhatikan teman yang maju ke depan kelas. Lama kelamaan dengan menghafalkan perkalian maju ke depan kelas itu merupakan kegiatan yang membosankan. Aku berpikir untuk menarik perhatian anak untuk tetap ingat perkalian dan tetap menyenangkan. Akhirnya, aku dapat ide untuk membuat permainan cepat-dapat utuk mendapatkan perkalian. Permainan ini dilakukan dengan kelompok. Di sini di bagi dalam dua kelompok saja. Aturan mainnya setiap kelompok yang dapat menjawab pertanyaan perkalian terbanyak berati kelompok itu mendapat skor yang banyak. Tapi sebelum permaian terjadi harus ada kesepakatan antar kelompok hukuman bagi kelompok yang mempuyai skor yang sedikit. Setelah terjadi baku rebut jawaban diantara dua kelompok tersebut pasti ada pemenang dan yang kalah. Dengan begitu setiap kelompok saling berusaha membimbing anggotanya untuk tetap menghafalkan perkalian, agar kelompok tersebut tidak kalah dan tidak mendapat hukuman dari kelompok yang menang. Sehingga anak-anak dengan semangatnya menghafal perkalian disetiap jam istirahat.
Kali ini aku benar-benar senang melihat usaha anak-anak yang tumbuh dari dirinya sendiri untuk menghafalkan perkalian. Yang awalnya tidak tau sama sekali sekarang sudah sedikit mengerti dan hafal perkalian.
Ternyata dengan semangat anak-anak dapat membuahkan hasil yang sempurna. Semenjak itu aku mengajar mata pelajaran matematika di kelas V tidak susah untuk menyampaikan materi yang banyak berkaitan dengan perkalian.
Sampai dengan sekarang anak-anak kelas V apabila melihat jadwal matematika mereka langsung menghafal perkalian sebelum aku masuk kelas. Aku sangat senang melihat anak-anak tanpa disuruh lagi mau berusaha dengan sendirinya dan penuh semangat untuk maju.
Ternyata mudah untuk mengajarkan murid untuk lebih semangat untuk belajar. Semangat itu akan tumbuh apabila guru sering membuat mereka bangga. Bukan melakukan hal yang sebaliknya seperti lebih banyak membuat mereka malu.
Biarpun guru-guru yang lain sering mengucapkan kata “bodoh” yang seharusnya tidak perlu untuk diucapkan tetapi anak-anak tetap tidak mau menyerah dengan keadaan. Pada intinya otak manusia dapat mengenali pola dengan mudah, asalkan pola tersebut konsisten dan terus menerus. Jika kita mengubah pola tersebut, maka otak tak merekognisinya sebagai ‘pola’. Menekankan konsistensi pada siswa sesungguhnya merupakan upaya membentuk pola perilaku.
Jika kita ingin membentuk generasi yang disiplin, berempati, dan berakhlaq, maka konsisten lah dengan visi tersebut, dan berikan teladan alih-alih berkata-kata belaka. Jangan terburu marah jika mereka tak mengikuti peraturan yang berlaku, mungkin kita memang tak pernah ciptakan polanya pada otak mereka.
Mengajar itu harus lebih bisa menempatkan diri agar semua murid menjadi nyaman pada saat kita mengajar. Sebelum menjadi guru pasti pernah merasakan menjadi murid. Sehingga harus bisa mengerti apa yang disukai dan tidak disukai pada anak seusia kelas V.
            Semangat murid-murid di sini memang sangat luar biasa, disisi lain sepulang sekolah ada yang harus membantu orang tuanya pergi ke kebun dan melakukan pekerjaan yang lainnya sampai sore. Sayangnya orang tua murid tidak begitu perhatian pada pendidikan anak di sekolah. Jadi semua orang tua menyerahkan anaknya ke sekolah tanpa ada dukungan penuh dari pihak keluarga.
            Sedangkan keluarga itu merupakan guru bagi anak pada saat di rumah. Di rumah anak masih di bebani dengan pekerjaan-pekerjaan berat. Seperti cari kayu di hutan dan mengambul air dengan memikul air untuk dibawa kerumah. Lebih banyak orang tua menyuruh anaknya untuk kerja kebun. Sehingga waktu belajar di rumah sangat terbatas.
            Semangat muridku ini untuk tetap maju dalam belajar dapat memberikanku teladan agar tidak cepat menyerah pada suatu keadaan. Semoga apa yang kalian cita-citakan kelak akan tercapai. Aamiin. (berdasarkan kisah nyata, Gumbang, 21 Agustus 2013)
           

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AppSheet - Filter Data Siswa

How to Delete Blank Rows with Google Apps Script

Approval