KOPI Dan KEMIRI



KOPI Dan KEMIRI
Oleh : Rifqie Permana Putra

      Sudah enam hari ini hujan menyemprotkan airnya tiada hentinya. Cuaca memang agak payah jika bulan-bulan musim penghujan. Ini minggu ketiga di Januari. Motorku merajuk karena tak pernah masuk rumah. Ya mau bagaimana lagi hujan membuatku sibuk. Tapi pagi ini suara angin sepoi-sepoi di iringi kicauan burung-burung terasa lebih pagi dari biasanya percikan kilaun yang membelah sela-sela dedaunan pun naik. Dengan agak terburu-buru aku ogel motor. Yak rintangan pertama pun teratasi setelah raungnya menggelegar langit. Melaju lambat poger dengan gagahnya di ikuti kabut-kabut tebal belakangnya. Saat sampai sebelah atas sedikit kampung Jong, pohon-pohon besar nan rindang telah menunggu disertai rontoknya daun-daun tua yang telah berserakan seperti aspal coklat menutupi bebatuan cadas yang tak tertata membuat makin susah saja pengguna jalannya. Aku yakin setiap orang yang melewati jalan ini dengan motor saat di jalan raya aspal Dia akan menjadi pembalap jadi-jadian!!, “eh mangap maksudnya pembalap dadakan”.
      10 menit kemudian setelah perjalanan panjang yang melelahkan akhirnya sampailah kepada tempat yang berbahagia, selamat dan sentosa menuju gerbang sekolah yang aku pun heran ternyata ini gerbang alami yang dibuat oleh tangan manusia. kenapa bisa begitu ?! “saya jelaskan anak-anak” : gerbang itu terbuat dari dua pohon besar yang satu pohon ara yang satu adalah pohon kemiri sedang. #sepertinya begitu karena mereka juga bilang begitu.. haha. Langkah kaki mulai menuruni tanah lembek dan batu cadas menonjolan dan sapaan mulai bergelimangan seperti rimbunnya buah kemiri itu.
      “selamat siang pak” sapa bocah kelas 2 dengan senyuman menyeringai khas anak kecil yang jarang gosok gigi dan mungkin juga mandi polosnya.
      “selamat pagi mir” jawabku datar
      “oh iya selamat pagi pak” ulangnya
      Begitu tas sudah tergeletak manis dan pantat terduduk di kursi seorang Guru yang berkumis dan rambut yang khas pendek jabrik memasuki kantor dengan sepatu yang di jinjing dan tas yang dibawakan seorang murid tersenyum.
      “pagi Pak Hen” sapaku
     “selamat pagi juga Qie” jawabnya duduk sambil memakai sepatunya setelah disemir sedikit.
      “tidak biasanya Pak Hen masuk hari sabtu gini”
       “iya baru bulan depan masuk kuliah lagi Qie”
      “oh saya kira takut kena marah bapak tua, karna sudah tiga hari tidak masuk”jawabku menggoda
      nika jengas hau Qie, omong sembarang-sembarang” sanggahnya kental dengan dialeg Manggarainya
      Aku pun tertawa terbahak-bahak, “iyo-iyo” sergahku enteng. “ setelah istirahat kita ping-pong Pak Hen ?
      “setelah istirahat kedua ko ? pintanya. Oke jawabku
Lonceng masuk pun berbunyi tepat setelah Pak Hen meminta anak-anak memukul lonceng. Anak-anak pun mulai masuk kelas di ikuti suara “tlepak-tlepak” bunyi sandal mereka. Kami pun mengikuti mereka di kelas masing-masing. Kelas VI menuntut perhatian lebih untuk pelajaran UN, terlihat di beberapa soal sebelumnya mereka kurang lancar mengerjakan, padahal 4 bulan kurang mereka sudah menghadapi ujian.
      “Klenteng-klenteng” bunyi lonceng istirahat pertama. “ Vina !“ “Esty!” bersihkan itu cangkir dan piringnya!. “manga wae ko” ? iyo pak terdengar mereka menjawab gula? Pak Hen menyahut. Manga Vina menjawab. Buat kopi suang gelas e Pak Hen meminta. Setelah beberapa menit mereka mendatangiku “Pak pinjam Bensol?”
      “Pak Hen kenapa sepi sekali ya tidak seperti biasanya?”
      toema baen e” Pak Hen menjawab dengan logat Manggarainya yang kental
      “kira-kira kemana ya Kepala Sekolah, Pak Hen?”
      “mungkin bantu mama panen padi qie
      “Pak Jono?”
      “tidak tahu”
      “Pak Tonsi juga tidak terlihat hari ini?”
      “ya kalau dia mungkin tidur di Jong, kemaren habis mete buat kor stasi kita”
      “Ooo”
      “tidak usah bertanya Pak Ito ya? Ite su tau mungkin
      “ya kalau itu sih saya tau Pak Hen, dia kan kalau sabtu falkutatif. Kalau memang Bapak tua baru panen boleh toh nanti malam kita maen kesana? Pesiar-pesiar kah, bisa nanti kita minta beras haha.. “boleh, ya begitu toh sekali dua kali kita pesiar le mbaru peh minta beras papah juga”.
      “Pak Hen kita jam kedua kosong saja ya sampe nanti pulang biar anak-anak maen ini kan hari sabtu?
      “iya anak-anak biar olah raga saja toh”
      Vina dan Resti datang mengantar kopi hangat
      “ini Pak Rifqie kopinya”, “taruh sini saja Vina, terima kasih ya ?!”
      inung ga” Pak Hen menyuruh
      asa Pak Hen” ku jawab dengan bahasa Manggarai yang meminta ijin untuk sesuatu hal. Kami pun meminum kopi di kantor pada pagi itu pukul 9.15 nikmatnya minum pagi Manggarai, wanginya yang khas Robusta menambah segarnya pagi ini.
      “Pak Hen kenapa banyak guru yang tidak punya rasa tanggung jawab ya? Kasihan anak-anak kan kalau mereka sering tidak masuk begini? Kalau mereka punya buku masih bagus, tapi ini mereka Cuma tergantung dengan Guru kan? Aku mulai pembicaraan
       itu su, ya sebetulnya harus bisa seperti apa yang Iqie inginkan, tapi susah mereka kalau di bilangi. Kadang mereka  baik, bisa sangat rajin sekali, ya itu pun Cuma seminggu atau dua minggu setelah bapak tua marah-marah”
       “Ooo begitu toh, kenapa Pak Hen tidak seperti mereka? “ aku menggodanya “Pak Hen terlihat rajin dengan administrasi dan sering masuk, kalaupun tidak masuk itu pun jelas alasannya karena kuliah, padahal Pak Hen kan Komite saya lihat kepedulian Pak Hen begitu besar, kadang sampai harus keluar uang dari dompet sendiri.”
      “saya gitu haha... ya memang kan harus begitu Qie kalau tidak saya siapa lagi yang urus anak-anak ini. Mereka kasihan kalau harus meninggalkan sekolah karena tidak ada guru ataupun harus dirumah membantu di kebun karena sekolah di Kajong itu kan jauh. Makanya masyarakat disini begitu bersyukur ketika sekolah ini berdiri 4 tahun terakhir ini. Dulu ini belum negeri Qie, “iya kah?” terus bagaimana dulunya Pak Hen?”
      “ini dulu adalah TRK SD Wae Kajong, karena jarak yang cukup jauh jika ditempuh anak-anak dari tiga kampung ini maka dibuatlah TRK itu dan guru pertamanya itu saya Qie.” Pak Hen Mulai bercerita sambil sesekali meminum kopi. “ayo kita keluar Qie?”
      “kemana Pak Hen?” tanyaku
      “di depan Perpus saja” kita beranjak sambil membawa gelas kopi. Angin mulai bertiup sepoi-sepoi, terdengar juga suara berisik gesekan dedaun dan rating pohon-pohon kemiri di depan sekolah. Kita duduk di depan perpus menghadap langsung hutan lebat pohon kemiri. Sambil menerawang jauh ke depan Bapak satu anak ini melanjutkan cerita tadi.
      “dulu waktu pertama hanya saya guru muda Qie, tp kita gantian dengan guru Kajong secara bergilir biar berbagi pengalaman toh?” “mereka kan sudah punya umur jadi pengalaman mereka lebih banyak.” Terus Pak Hen ke Kajong naek apa?”
      “naik ojek toh!? Kalau dari kajong lebih enak pagi naik ojek atau jalan kaki nanti siangnya naik oto.”
      “dulu sekolahnya dibawah itu Qie Cuma 2 ruang dan pakai gedek tau toh?!”
      “tahu lah Pak Hen Gedek itu kan juga ada di bahasa Jawa.” Kenapa Pak Hen mau seperti itu sih?”
      “ya memang sudah jiwanya ya mungkin, saya tidak bisa hidup tanpa di kelilingi anak-anak Qie. Saya sering menangis ketika melihat saudara kita yang ada ditimur tanpa baju tanpa berlari kesana kemari saat seharusnya bisa di dalam kelas menyanyi atau membaca. Tidak ada guru kan di sana.”
      Hawa semakin dingin ketika gugusan awan gelap mulai muncul di balik bukit belakan sekolah di sertai semburan angin yang kencang sekali yang menghasilkan suara raungan hutan kemiri ini. Ku mulai memikirkan apa yang Pak Hen sampaikan barusan.
Jiwanya memang seorang guru sejati yang dalam keadaan apapun tetap memperdulikan anak-anak untuk bersekolah menuntu ilmu. Kadang menangis bersama tertawa bersama dan berbagi rasa tawa bersama anak-anak. Seperti itukah guru sejati berkorban? Itu pertanyaanku dalam benak.
      “Pak Hen sepertinya mau hujan, ayo kita main ping – pong” ajakku
      “ayo sudah, setelah itu kita pulangkan anak-anak daripada kehujanan”.
                                                                                                            19 September 2013

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AppSheet - Filter Data Siswa

How to Delete Blank Rows with Google Apps Script

Approval